Saturday, May 26

Cita - Cinta Adalah Nyawa

Banyak aktivis tidak bisa membedakan cita-cita dan angan-angan.
Yang satu dianjurkan, yang lainnya justru harus dihindarkan.
Yang satu mendapat pahala, yang lain bisa mendatangkan dosa

Cita-cita adalah sebuah harapan yang dibangun di atas keyakinan yang kuat
dan diupayakan pencapaiannya melalui perencanaan yang matang dan kerja keras.
Cita-cita adalah motivasi yang tumbuh dalam diri untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu demi terwujudnya sebuah harapan. Harapan itu tidak lain adalah keyakinan
yang ingin dicapai. Dengan demikian modal utama yang harus ada pada orang yang memiliki

cita-cita adalah keyakinan. Yakin bahwa yang diharapkan akan tercapai jika diusahakan
dengan sungguh-sungguh, sistematis dan terarah.

Para aktivis dakwah adalah orang-orang yang memiliki keyakinan yang teguh.
Mereka yakin bahwa obyek dakwahnya dapat berubah.
Dengan dakwah yang sungguh-sungguh, dengan kegigihan mengenalkan Allah dan segenap ajarannya,
mereka yakin pada suatu saat masyarakatnya akan menjadi penyokong dakwah,
bahkan akan menjadi rijalud da'wah (aktivis dakwah) itu sendiri.

Aktivis dakwah yang keyakinannya lemah dan cita-citanya rendah akan cepat putus asa.
Mereka tidak tahan menghadapi cobaan, tekanan, intimidasi, teror, bujuk rayu dan iming-iming yang menggiurkan. Mereka akan cepat meninggalkan arena perjuangan manakala ada peluang yang lebih menjanjikan. Mereka mudah tergiur oleh iming-iming dunia yang sekilas menguntungkan.

Itulah sebabnya Ibnu Qoyyim memberi makna cita-cita sebagai jiwa yang tak akan pernah terhenti
kecuali kepada Allah. Jiwa yang tak akan tergantikan dengan sesuatu apapun oleh selain-Nya serta
tidak rela ditukar oleh yang lain sebagai ganti-Nya. Ia juga tidak akan menjual apa yang diperoleh
dari Allah berupa kedekatan, kelembutan, kesenangan dan kegembiraan dengan harga yang murah dan fana.
Maka, cita-cita yang tinggi dibandingkan dengan cita-cita yang rendah bagai burung yang terbang tinggi menjulang dengan burung-burung lain yang terbang di bawah.

Cita-cita Menentukan Nilai

Nilai seseorang itu sesungguhnya ditentukan oleh dirinya sendiri.
Jika ia memberi nilai dan bobot yang tinggi, maka nilai dan bobotnya akan semakin tinggi.
Sebaliknya, seseorang yang menilai diri sendiri secera rendah, maka rendah dan hinalah dirinya.
Pemberiaan nilai dan pembobotan itu tak lepas dari cita-cita. Jika seseorang cita-citanya tinggi,
maka terangkatlah derajat dan martabatnya. Sebaliknya, jika rendah cita-citanya, maka rendah dan hinalah dia.
Terkait dengan hal di atas, Umar bin Khaththab pernah berkata:
"Jangan sekali-kali kamu memperkecil cita-citamu, karena sesungguhynya aku tidak melihat seseorang
yang terbelenggu kecuali karena ia tidak memiliki cita-cita."

Menurut Umar, orang yang tidak memiliki cita-cita atau yang cita-citanya rendah akan melakukan
pekerjaan-pekerjaan rendahan. Mereka terbelenggu dan dibatasi oleh kerendahan cita-citanya sendiri.
Mereka tidak bisa terbang jauh dan membuat lompatan-lompatan ke depan.
Mereka rela untuk tetap berada di bawah, menjadi bawahan, staf rendahan, buruh kasar dan
budak-budak yang tak memilki harga diri. Perilakunya rendah, akhlaknya rendah, ilmunya rendah,
wawasannya rendah, motivasinya rendah, dan segala-galanya rendah, karena ia telah membatasi
dirinya pada garis rendahan tersebut.

Para aktifis harakah harus memiliki cita-cita yang tinggi, setinggi-tingginya.
Meskipun demikian, cita-cita itu selain realistis serta harus dibarengi usaha keras dan motivasi yang tinggi.
Jika kedua hal itu tidak ada, maka cita-cita itu tidak lebih dari sekadar angan-angan kosong.
Di antara para aktifis ternyata banyak yang hanya mengandalkan angan-angan belaka.
Mereka ini tidak kalah bahayanya dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki cita-cita atau yang cita-citanya rendah. Tanda-tanda yang paling tampak pada orang yang besar angan-angannya adalah omongannya besar,tapi usahanya kecil. Suka membual, tapi pemalas. Banyak kata, sedikit kerja. By:Suryandika***

No comments: